
Literasi: Menuntut Ilmu di Tengah Distraksi dan Atraksi
Literasi kita terus terdistraksi. Oleh media sosial, berita terbaru, tempat-tempat viral. Semua seperti harus kita ketahui, tidak boleh ketinggalan. Namun jika ditanya tentang suatu ilmu, kita menggeleng kepala dan menunduk tidak tahu. Di tengah dunia yang makin cepat dan penuh informasi—didominasi informasi yang tidak penting—, menuntut ilmu agama bisa jadi terasa membebani. Banyak yang bilang, “Ilmu agama memang penting, tapi nanti kerja jadi apa? Kita manusia, butuh uang butuh makan.” Padahal, justru ilmu itu yang membuat kita menjadi manusia seutuhnya, yang hidup sesuai tujuannya diciptaka. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta`ala:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat ayat 56)
Sejatinya belajar itu bukan hanya untuk memperoleh angka di rapor, atau lulus tes masuk kampus atau kerja. Belajar adalah upaya manusia menyelami makna hidup dan menabung bekal kehidupan. Saking besarnya keutamaan belajar dan menuntut ilmu, Imam Syafi’i sampai mengungkapkan:
“Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.”
Belajar memang melelahkan, namun kebodohan sangat memedihkan. Bukan hanya menjadi tidak tahu apa-apa, tanpa belajar kita akan kehilangan banyak kesempatan beramal dan memperoleh manfaat yang besar. Bukan hanya kewajiban, belajar agama dan menuntut ilmu adalah jalan para Muslim yang ingin terus upgrade diri. Yuk kenali 3 alasan powerful lewat hadits ini!
1. Jalan Pintas ke Surga
Ada banyak jalan menuju surga. Salah satunya, lewat menuntut ilmu. Bahkan ini adalah satu dari jalan utamanya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Betapa besar rahmat Allah untuk mereka yang tidak berhenti belajar. Dan ‘menempuh jalan’ itu tak selalu berarti duduk di kelas melalui pendidikan formal. Bisa juga lewat halaqah kecil, kajian agama, komunitas, dan membaca buku. Karena belajar itu tidak terikat bangku atau jam pelajaran. Tapi terikat niat dan keinginan menjadi lebih tahu dan lebih memahami. Dengan ilmu, seseorang dapat melihat mana yang haq dan yang bathil serta mana yang dapat dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu, di dunia, ilmu memudahkan jalan meraih kesuksesan sedangkan di akhirat memudahkan jalan menuju surga.
2. Jadi Manusia yang Next Level
Nabi ﷺ pernah mengatakan:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Sebaik-baik manusia atau manusia yang paling baik disebutkan oleh Rasulullah ialah yang mempelajari kalam Allah. Bukti bahwa di antara milyaran manusia di bumi, yang menjadikan manusia berbeda adalah bagaimana interaksinya dengan Al-Qur`an. Kabar gembira bagi orang-orang yang mempelajari AI-Qur`an, sebab ia berada di level yang berbeda dengan manusia lainnya. Sementara itu, ilmu yang kita pelajari bukan hanya untuk disimpan, tapi juga untuk dibagikan. Maka berbahagialah mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk mengajarkan Al-Qur`an dan telah memupuk sebuah amal yang tiada putusnya. Kelak di akhirat, ia berhak memanen hasil dari dari ilmu yang telah ia pelajari dan ia ajarkan.
3. Kita Hanya Disibukkan Oleh Dua Hal
Ketika seseorang tidak disibukkan dengan hal baik, ia akan disibukkan dengan hal yang tidak baik. Kata Nabi ﷺ:
“Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi)
Ilmu mengajarkan kita untuk memilih. Mana yang penting, mana yang tidak. Mana yang membentuk kita, mana yang justru mengaburkan nilai-nilai diri. Mana yang memberikan manfaat, mana yang memberikan mudharat. Oleh sebab itu, ketika kita menyadari sedang melakukan hal yang tidak memberikan manfaat, maka berarti kita sedang berjarak dari kebaikan.
Apakah Literasi Bisa Menjadi Shortcut Menuju Surga?
Sebagai muslim, yang kita kejar tidak lain adalah ridho Allah. Mendapatkan ridho-Nya itulah yang membawa kita meraih surga-Nya. Ada banyak jalan meraih ridho-Nya. Salah satunya adalah menuntut ilmu sejak muda, membiasakan amal kebaikan, dan berada di lingkungan yang menguatkan iman. Dan semua itu dapat terwujud ketika literasi digencarkan pada diri. Literasi bukan hanya baca dan menulis, namun kemampuan mengolah informasi dan menjadikannya bermanfaat bagi diri dan orang lain.
Dikutip dari Institut Statistik Unesco, literasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, mencipta, mengomunikasikan, dan berhitung, menggunakan materi cetak dan tertulis yang terkait dengan berbagai konteks. Literasi melibatkan pembelajaran berkelanjutan yang memungkinkan individu mencapai tujuan mereka, mengembangkan pengetahuan dan potensi mereka, serta berpartisipasi penuh dalam komunitas dan masyarakat luas.
Membaca Al-Qur`an adalah ibadah. Namun memahami maknanya, mentadabburinya, mengamalkannya, kemudian mendakwahkannya adalah wujud bahwa kita benar-benar meliterasi diri. Demikian juga ketika kita mempelajari sirah nabi kemudian memperoleh hikmah kemudian meneladani kisahnya.
Dalam Surah Al-Mulk ayat 2 disebutkan, manusia diuji untuk dapat dilihat siapa yang paling baik amalnya. Tanpa ilmu, amal dapat tak terarah bahkan tak sesuai yang diajarkan Rasulullah. Alih-alih, amal-amal yang dilandasi oleh ilmu dan keikhlasan akan jauh lebih memudahkan untuk memperoleh ridho Allah.
Literasi bisa dimulai dari membaca buku-buku yang ringan, dari topik yang kita sukai. Dalam beberapa saat, membaca akan terasa seperti kebutuhan. Topik yang dicari berubah menjadi topik yang dibutuhkan, yang mampu mengubah seseorang, yang mampu membantu diri mencapai tujuan—tujuan hidup atau tujuan dari membaca itu sendiri—.